Sabtu, 10 Desember 2016

Demi Cinta Aku Rela...

Alhinduan.Com-Demi Cinta Aku Rela...sering nggak sih dengar kalimat di atas? Biasanya cewek nih yang suka baperan dan siap merelakan segalanya hanya demi sebuah cinta. Haduh!




Kisah nyata seorang bu guru (teman tante saya)  yang berasal dari kabupaten terdekat dengan Kota Bandung ini barangkali bisa menjadi pelajaran bagi kita-terutama saya. Ia menikah dengan seorang PNS dari sebuah kecamatan di salah satu kabupaten di Kalbar. Kenalan saat sama-sama kuliah di Bandung. Bisa dibilang, si ibu yang sudah terbiasa hidup di kota besar (dekat Bandung, cuy) dan sudah terbiasa melihat mall, hotel berbintang, serta mudahnya transportasi umum di sana, tiba-tiba harus ikut suami ke tempat terpencil yang tidak ada angkot sama sekali, jalanan becek, nggak ada ojek, beh! Dan yang paling 'angker' dari segalanya adalah tinggal serumah dengan ibu mertua dan para ipar perempuan. Bener, nggak? hayyo ngaku aja. Itulah yang terjadi pada teman tante saya itu.

Ada lagi cerita seorang perempuan dari Jakarta yang sudah terbiasa nge-mall dan ngeliat apartemen di mana-mana (cuma ngeliat doang sih) lalu menikah dengan pria asal Kalbar dan harus ikut suami ke sebuah kabupaten yang air bersihnya sangat langka, lampu bisa mati sehari lima kali (saya pernah liburan ke Jekarda sebulan penuh. sehari pun tidak pernah mati lampu) dan jaringan internet yang nggak ada sama sekali waktu itu. Kadang memang terlalu jomplang pembangunan infrastruktur Jawa dan luar Jawa, khususnya Kalbar. Apalagi di daerah pedalaman dan perbatasan Kalbar. Padahal, Kalbar punya 5 kecamatan yang berbatasan darat langsung dengan Sarawak, Malaysia Timur. Tapi kondisinya masih sangat memprihatinkan.


Jujur, saya salut banget dengan para perempuan 'perkasa' yang rela meninggalkan orangtua dan keluarga mereka untuk ikut suami ke kota (bahkan provinsi) yang berbeda demi cinta. Hidup sendiri di tanah yang asing dengan keluarga baru yang asing pula. Bahkan Hari Raya pun tidak bisa setiap tahun pulang kampung. Belum lagi terkadang harus melahirkan sendirian (kadang benar-benar sendiri tanpa ada yang menolong) ditambah masalah klasik seperti tidak akur dengan ibu mertua dan ipar perempuan yang kadang emang suka rempong urusan kita. Warbiasak! Saya yang sudah beberapa kali bekerja di 3 kabupaten di Kalbar aja nggak berani cari suami dari daerah, soalnya selain masalah infrastruktur (termasuk listrik) yang gitu deh, juga takut berpisah dengan mall dan jaringan wi-fi yang bertebaran di seantero Pontianak tercinta. Belum lagi beragam acara dan seminar gratis di hotel berbintang yang berlimpah makanan. Haha!

Kembali ke cerita si ibu teman tante saya itu, ia sempat cekcok dengan suami (konon kabarnya hampir pisah) dan sudah siap balik ke kampungnya. Tapi syukurlah nggak jadi dan sekarang suaminya sudah membangun rumah sendiri yang terpisah dari kediaman ortunya.

Bayangkan, itu yang direstui orangtua loh, apalagi yang pernikahannya tidak direstui salah satu atau kedua orangtua karena berbagai alasan (paling sering karena beda agama) sehingga diusir dari rumah untuk selamanya. Apakah bisa menjamin kalau laki-laki yang sudah membuatmu merelakan segalanya (hanya) demi cinta itu, termasuk rela menukar aqidah dan rela diusir orangtua dan keluarga besar, sepadan dengan yang kita dapat? syukur-syukur tidak dapat suami yang pengangguran, doyan mabok-judi, selingkuh, dan KDRT.  Bisa Kelar Idop, Lo, gals!

So, masih berani bilang demi cinta aku rela...? Pikir lagi deh sebelum terlambat, say.

5 komentar:

  1. deni cinat ...tapi kalau untuk hal yg positif kayaknya sih gak apa2 kalau ahl yg negatig tuh, hanya krn kadang cinta itu buta katanya

    BalasHapus
  2. Karena cinta mampu membutakan mata siapa saja. Perlu ada logika juga yang ditambahkan didalamnya

    BalasHapus
  3. Karena cinta mampu membutakan mata siapa saja. Perlu ada logika juga yang ditambahkan didalamnya

    BalasHapus
  4. iya, Mbak Tira :) kadang salah satu alasan saya takut menikah karena itu #curhat

    BalasHapus