EntrepeneurKreatif.com-
Komunitas Beting Cinta Qur’an mulai
berdiri sejak 7 april 2016. Gerakan sosial yang diprakarsai oleh Nur Baiti
bersama 3 temannya dari FISIP Untan dan IAIN Pontianak ini Berjuang Mengikis Stigma Negatif Beting. Dengan empat tenaga pengajar termasuk Nur Baiti sendiri
Sosiologi Untan, yang mengajar 4 program
utama yakni Program Beting Mengaji (Senin-Kamis jam 15.30-17.00 wib), Beting Menghafal (Senin-Kamis jam 15.30-17.00 wib),
Beting Berakting (anak remaja, setiap Jum’at), dan Beting Berjilbab (dalam
rangka Hari Tutup Aurat) berkolabori dengan beberapa komunitas dan lembaga lain.
Waktu itu ada 90 helai hijab yang dibagikan ke anak-anak perempuan di Beting. Total
murid sekitar 40 orang dengan rentang usia sekitar 4-16 tahun.
“Kami hanya sebagai
penyalur saja. Donaturnya dari pihak lain,” ujar Ainun, sapaan akrab Nur Baiti.
Ainun
menceritakan awal mula ia dan teman-temannya berusaha meyakinkan penduduk
sekitar agar mengirim anak mereka untuk belajar mengaji secara gratis di
Komunitas Beting Cinta Qur’an.
“Tiga hari
sebelum launching komunitas ini, kami menyambangi rumah penduduk dan
mengenalkan apa itu Komunitas Beting Cinta Qur’an dan kenapa mereka perlu
mengirim anak mereka untuk belajar mengaji dengan kami,” terangnya.
Selain
gratis, Al-Qur’an dan Iqro pun sudah tersedia di TPA. Orangtua hanya tinggal
mengijinkan anak mereka saja untuk belajar mengaji setiap sore. Di awal memang
terjadi penolakan, tapi karena komunitas Beting Cinta Qur’an sering diliput
media cetak dan televise, para orangtua perlahan jadi mengenal komunitas ini
dan yakin dengan tujuan mulia Ainun dan kawan-kawan dalm mendidik anak-anak
mereka.
“Kendala
yang kami hadapi adalah minimnya jumlah tenaga pengajar. Selain itu, karena
sebagian teman-teman masih berstatus mahasiswa semester akhir yang tengah sibuk
menyelesaikan skripsi, pembagian waktu sering keteteran,” ujarnya.
Ke depan,
Ainun ingin melembagakan Gerakan Beting Cinta Qur’an tidak hanya fokus di
bidang agama saja tapi juga merambah bidang sosial yang lebih luas. Karena
pendidikan dan latar belakang keluarga mereka yang membuat mereka seperti
ini. tantangannya adalah bagaimana para
pengajar mampu membuat anak-anak mau belajar atas kesadaran sendiri, bukan
paksaan dari luar.
Ainun
tinggal tidak jauh dari Beting dan banyak keluarganya yang tinggal di kampung
itu. Stigma negatif yang terlanjur dicap
masyarakat pada penduduk Kampung Beting sebagai kampung narkoba bahkan membuat
sebagian penduduk di sana yang ‘bersih’ juga terkena imbasnya.
“Keluarga
saya bahkan harus minjam KTP orang dulu kalau mau mengkredit motor,” ungkapnya. Meskipun begitu, tidak semua menolak KTP atau Kartu Keluarga penduduk Kampung Beting, ada juga yang tetap bersedia menerima.
“Saya peduli
karena prihatin dengan masa depan mereka. Mau jadi apa mereka sepuluh tahun ke
depan, sedang mereka tidak bisa diterima bekerja di mana pun. Kalau tidak kuat
iman, mereka akan menjadi generasi penerus, “ tutup mahasiswi Jurusan Sosiologi
Untan ini.
Masya Allah begitu luar biasa kreativitas kwan2 dalam berdakwah..semoga kuliah slalu dimudahkn ya
BalasHapusaamiin
BalasHapusAamiin
BalasHapus